Saya pernah sebodoh ini.


Saya pernah benar benar jatuh cinta pada seseorang yang ada dimasa lalu saya. Pernah bertahan dan berjuang untuk tetap bisa selalu ada disampingnya. Selalu bertanya kabarnya, bagaimana hari harinya, apa yang telah dia lakukan dan hal hal kecil yang selalu saya ingin tau tentang dia. Walau pada kenyataannya dia tidak memberi timbal balik atas perlakuan yang saya beri padanya, tapi gapapa. Saya juga tau, kalau cinta yang tulus tidak perlu balasan. Tapi bukankah jika dia sudah benar benar mencintai saya harusnya dia dapat membalasnya? Sudahlah, saya juga sudah ikhlas, dan cerita saya dengan dia juga sudah lama berakhir. Banyak pelajaran yang saya dapatkan setelah melalui perjalanan panjang membersamai dia. Dan rasa sakitnya juga masi terasa sampai hari ini. Dia engga jahat si sebenarnya, dia sederhana. Tapi emang takdir tuhan aja yang ga merestui jalan kami untuk bisa bersama. Banyak cara tuhan menyadarkan saya kalau dia memang bukan untuk saya. Banyak keraguan dihati saya tentang bagaimana perasaannya yang sebenarnya pada saya. Benarkah dia mencintai saya seperti saya mencintainya? Benarkah hanya saya yang ada dihatinya? Banyak juga bukti nyata kalau semua keraguan saya adalah benar. Berujung pada saya yang akhirnya tau kalau dia tidak bisa merasa cukup memiliki saya. Saya ga heran kenapa ada seseorang yang mengidamkan dia hingga orang itu berani beraninya meminta saya untuk meninggalkan orang yang saya cintai ini. Saat itu saya masih berani berkata tidak. Masih mempertahankan dia tetap disisi saya.  Berkali kali saya coba beri dia kesempatan lagi untuk memperbaiki hubungan yang tidak jelas akan dibawa kemana itu. Tapi kekukuhan hati saya juga ada batasnya, saya berhak merasa lelah dan cape dengan semuanya. Saya yang berusaha memggenggam erat dia agar bisa selalu bersama tapi nyatanya dia tidak senang dengan itu. Dia berusaha lepas dengan cara yang ia tunjukkan pada saya. Berbulan-bulan saya dan dia tidak berkabar. Saat itu saya masih ingat kalau bulan bulan yang saya lalui tanpa dia benar benar terasa berat, ditambah saya yang jauh dari teman-teman dan punya banyak masalah keluarga, padahal saat itu saya butuh dia. Tapi dia gaada buat saya. Saking bodohnya saya tetap mau mengabari dia lagi, mencoba memperbaiki hubungan lagi. Tapi tak bertahan lama, saya kembali disadarkan bahwa saya telah kehilangan dia. Benar benar kehilangan dia. Saya coba raih dia kembali. Namun pada akhirnya saya lelah juga. Dia tetap bersembunyi hingga saya tak bisa lagi menemukannya. Saya menyerah. Saya pergi dengan pasrah. Jangan tanya kenapa saya memilih untuk pergi. Karna apa kalian tau? Bertahan dengan sesorang yang hatinya tidak lagi bersama kita hanyalah perbuatan sia sia. Dia tidak pernah menyuruh saya pergi. Tapi caranya membuat saya berkali kali ingin pergi. Bodohnya saya dulu tetap berkiblat pada perasaan saya yang masih mencintai dia. Tapi sekarang tidak lagi. Saya tau dia sudah bahagia dengan orang baru yang kini bersamanya. Dan kalau ditanya apakah saya bahagia setelah tidak dengannya? Jawaban saya belum, tapi akan. Percayalah saya tidak pernah seikhlas ini melepaskan apa yang saya cintai. Tapi kali ini saya ikhlas dan saya merasa tidak apa apa. Cinta bukanlah segalanya. Tapi saya yakin akan ada waktunya untuk saya suatu saat nanti bisa mencintai sesorang lagi. Untuk saat ini hati saya masih membiru, saya butuh banyak waktu untuk sembuh. Biarlah kekosongan ini, saya menikmatinya, ini sebagian dari proses hidup. Btw mie ini buatan saya, enak sekali. Saya berpikir suatu saat nanti akan saya buatkan untuk seseorang yang berhasil membuat saya jatuh cinta lagi, akan saya buat dengan cinta dan berakhir mendapatkan peluk hangatnya. Sesederhana itu keinginan saya. Sedikit melankolis cerita saya disini, jangan tertawa membacanya. Sejujurnya saya merasa malu juga. Sampai jumpa di cerita selanjutnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cuapan hari ini

Kepada Generasi Muda